Barangkali, profesi penulis memang cenderung mengabaikan kelaziman
defenisi kerja. Mungkin, bisa dianggap mengabaikan akal waras. Tak ada
kepastian, berapa penghasilan setiap bulannya. Sementara, untuk terus
bisa berpikir--menelurkan karya, seorang penulis tentu butuh makan.
Tetapi, memilih profesi sesuai kata hati, merupakan pemenuhan hak-hak
asasi bagi diri sendiri.
Hidup adalah pilihan. Pertanyaannya, apakah kita berani memilih sesuatu yang kita cintai dengan segala konsekuensinya? Hidup cuma sekali, paling tidak membahagiakan diri kita dengan pilihan profesi tanpa dikte, merupakan sebuah kemerdekaan pribadi.
Berani beda; menjadi diri sendiri. Diantara banyak orang--yang terjebak menjadi 'zombie'. Menjalani pilihan hidup karena 'keterpaksaan', karena gengsi atau karena alasan-alasan lainnya, namun bukan karena cinta.
Well, untuk menjadi penulis tangguh, mesti kreatif. Bukan hanya kreatif menghasilkan ide dalam menulis, tetapi kreatif mengelola hidup ini. Hidup, yang meski singkat namun indah. Sebab, penulis bukan profesi biasa!
Hidup adalah pilihan. Pertanyaannya, apakah kita berani memilih sesuatu yang kita cintai dengan segala konsekuensinya? Hidup cuma sekali, paling tidak membahagiakan diri kita dengan pilihan profesi tanpa dikte, merupakan sebuah kemerdekaan pribadi.
Berani beda; menjadi diri sendiri. Diantara banyak orang--yang terjebak menjadi 'zombie'. Menjalani pilihan hidup karena 'keterpaksaan', karena gengsi atau karena alasan-alasan lainnya, namun bukan karena cinta.
Well, untuk menjadi penulis tangguh, mesti kreatif. Bukan hanya kreatif menghasilkan ide dalam menulis, tetapi kreatif mengelola hidup ini. Hidup, yang meski singkat namun indah. Sebab, penulis bukan profesi biasa!
ada saran ka' umma azura .. dimana saya bisa terbitkan novel atau cerpen sya ?
BalasHapuscoba Ardiansyah, kirim ke berbagai penerbit yang sesuai dengan genre novelnya
BalasHapus